Kami memanggilnya Pak Tris. Singkat, mudah diingat. Nama yang umum digunakan di Jogja. Saat menulis ini saya jujur lupa dan tidak sempat bertanya siapa nama lengkapnya. Biarlah itu tetap menjadi tanda tanya. Kalaupun saya tuliskan namanya, Anda akan lebih mudah mengingat nama JNE dibandingkan nama lengkapnya.
Hampir 33 tahun beliau membantu ibu saya. Karier berbalut kesetiaan yang usianya hampir sama dengan perjalanan JNE dengan spirit menyambung kebahagiaan.
Ibu sempat membuka kios jual beli barang bekas, yang didominasi oleh plastik, koran, kardus, dan aneka kertas bekas. Kadang buku-buku atau arsip. Bisa dari instansi pemerintahan, perpustakaan, atau mahasiswa rantau yang telah lulus dan kewalahan jika harus membawa berkilo-kilo catatan atau buku.
Kios ibu ada di daerah Ketandan, kawasan Malioboro. Dan sudah tidak dilanjutkan kontraknya sekitar dua tahun lalu karena ada kabar pewaris pemilik kios akan memugar bangunan tersebut.
Pak Tris awalnya adalah tukang becak yang mangkal di kawasan Malioboro. Beliau setuju diajak bekerja di kios jual beli barang bekas. Tak perlu banyak adaptasi, karena sama-sama sering menggunakan kekuatan fisik apalagi saat barang menumpuk, perlu dipilah dan ditata sesuai kategorinya.
Becaknya tetap masih bisa digunakan sebagai alat transportasi untuk mengambil tumpukan karton dan kemasan dari beberapa toko langganan di sekitar jalan Malioboro. Meskipun harus bolak-balik jika barang terlalu banyak tetapi saya pikir tidak menambah polusi karena becaknya masih dikayuh dengan kaki.
“Pokoknya besok saya tetap ikut njenengan bu.” Begitu Pak Tris menyampaikan deklarasi pengabdian untuk terus membantu ibu. Saat ibu harus menutup kiosnya.
Bisnis ibu ini masih beraktivitas dan dilanjutkan di gudang depan rumah. Cukup dilema sebetulnya, karena melihat ibu sudah sepuh, begitu juga dengan Pak Tris. Namun dengan adanya aktivitas, para sepuh ini justru tetap semangat.
Anda tentu sering mendengar para orang tua atau pensiunan yang justru bingung, stress karena tidak mempunyai kegiatan. Hal ini yang membuat kami anak-anaknya membiarkan mereka tetap menjalankan kegiatannya.
Memindahkan lokasi bisnis ke rumah yang jauh di tengah desa dan agak masuk aksesnya pastinya berpengaruh. Jadi lebih sepi. Meskipun saya membuatkan titik di Google Maps. Pengepul kecil yang dahulu setiap hari pasti menyetor ke kios ibu mulai berkurang. Mereka berpikir dua kali karena masalah jarak. Namun Pak Tris tetap produktif di rumah kami.
Banyak hal yang terbantu berkat tenaga beliau, mulai dari hal yang mendatangkan uang sampai agenda sosial membereskan pasir tempat BAB keluarga bulu kami. Kami memiliki 7 kucing rescue.
Bapak memang kurang setuju, tetapi bilangan angka 7 yang dalam bahasa jawa yaitu pitu, bisa bermakna pitulungan (pertolongan). Candaan filosofis yang kami sampaikan saat tanaman bapak dibombardir para anabul. Karena Bapak sendiri yang mengajarkan makna angka tujuh (pitu) kepada kami.
(Sebaik-baik pertolongan adalah dari Tuhan, kiranya Tuhan memberikan pertolongan dan kesembuhan untuk bapak kami saat ini. Amin. 29-06-2024. Srikandi 1. Bethesda, Yogyakarta).
Pak Tris memberikan saya pemandangan berbeda. Jika di usia senja kebanyakan akan ancang-ancang untuk menyambut pensiun, beliau ancang-ancang untuk berangkat lebih dini.
Jika ada medali emas untuk Pak Tris, pastinya beliau cukup banyak koleksi. Karena sering memenangkan perlombaan dengan matahari saat menyambut pagi. Suara sepeda motornya lebih dahulu mengetuk pintu kami sebelum sinar mentari nyelonong melalui sela-sela jendela berteralis besi.
Perjalanan dari rumahnya di kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul ke rumah kami di jalan Kaliurang kilometer 11, hampir dua kali lebih jauh dibandingkan saat beliau ke kios ibu dahulu di Malioboro.
Usia senja bukanlah batas.
Tak mengenyam jenjang pendidikan berkelas
bukan indikator untuk malas dalam aktivitas.
Tidak genggam gadget menjaga beliau tetap waras,
aman dari distraksi dan gangguan cemas.
Tak tahu Filosofi Teras
tapi tetap semeleh, berkarya ikhlas.
Bertindak, berserah, dan selaras.
Selain menjadi tempat tinggal, rumah kami menjadi tempat berkarya. Semua memanfaatkan apa yang ada di rumah. Awalnya kami membuka usaha kecil katering. Semua dikerjakan oleh anggota keluarga tentu ditambah Pak Tris saat jumlahnya cukup merepotkan. Apalagi jika saat menerima pesanan yang harus dikirim pagi-pagi sekali.
Bapak kami yang seorang pensiunan guru SD, mencetuskan untuk memanfaatkan semua tempat di rumah agar menjadi produktif. Kebun mungil depan rumah dijadikan lautan hijau berisi sayur dan bumbu rempah untuk bahan masakan catering. Sampingnya dibuat dapur dengan menggunakan tungku, memanfaatkan kayu yang banyak tersedia di sekitar kami sebagai bahan bakar.
Pak Tris sering terlibat berbagai divisi dalam aktivitas di rumah. Selain bidang utama urusan kertas bekas, divisi sosial dengan urusan pasir kucing, divisi perkebunan dari membantu mengolah tanah sampai memanen, dan divisi ketahanan pangan dengan membantu memasak, menyiapkan tungku dan kayu bakar sampai mencuci aneka panci penuh jelaga tebal yang sering hadir usai memasak dengan kayu.
Memasak dengan kayu bakar memang seperti menjalani kehidupan nyata, saya agak ragu generasi stroberi bisa tahan banting menikmati prosesnya. Bumbu rempah bertemu dengan asap dari hasil kemesraan api dengan kayu menghasilkan aroma dan cita rasa masakan yang menggoda. Tetapi jika tidak tahan bisa emosi dan menyerah karena mata kita sering kering, pedas, dan merah saat proses memasaknya.
Paling menyebalkan adalah saat endingnya. Panci wajan penuh jelaga hitam dan tebal. Butuh waktu dan tenaga ekstra untuk membersihkannya. Kadang boros sabun cuci juga.
Bersyukurnya kami, penderitaan ini sedikit reda. Pak Tris mempunyai sikap kreatif dalam menghadapinya. Hampir tak terpikir oleh kami yang pernah pusing meraih gelar sarjana.
Pak Tris putra asli Bantul yang bersahaja, mengejutkan kami dengan tips sederhana. Memanfaatkan sesuatu yang begitu dekat dan tampak mata. Saat akan memasak jilid berikutnya ia mengolesi dinding luar panci dan wajan dengan tanah basah. Ingat, bagian luar saja.
Katanya ini mencegah jelaga menempel langsung pada panci. Saat panci dan wajan digunakan tanah basah menjadi kering dan tetap menempel, sekaligus seperti kulit yang melindungi panci dari jelaga hitam dan tebal.
Saat mencuci tiba memang benar adanya. Begitu mudahnya jelaga tidak membandel menempel di panci dan tinggal digosok dengan sabut kelapa atau spon cuci yang kasar dan bilas dengan air. Tentu tetap gunakan sabun cuci juga. Ide kreatif dan inovatif yang membuat hemat air, sabun, waktu, dan tenaga.
Ide kreatif tak perlu terlihat canggih. Hal sederhana yang bisa menjadi solusi persoalan sehari-hari tetap bernilai setara mahakarya.
Semangat, dan sikap kreativitas memang perlu ditanamkan dalam langkah nyata. Mulai dari hal kecil dan sederhana setiap karya bisa mensejahterakan generasi-generasi berikutnya agar lebih bahagia. Seperti halnya JNE yang terus konsisten menghubungkan kebahagiaan sampai saat ini menginjak usia 33.
#Gasterussemangatkreativitasnya
Bergerak lakukan langkah sederhana
Tak perlu menunggu ide besar dan gila
Warisi konsistensi menyambung bahagia
Layaknya #JNE hingga kini di usia 33 (tiga puluh tiga)
#ConnectingHappiness #JNE33Tahun #JNEContentCompetition2024